Menurut Mindriany, kompetensi luar biasa ini semestinya diartikan sebagai pengetahuan implisit dari pengalaman yang dapat diterjemahkan secara ilmiah menjadi eksplisit. Sehingga memiliki dampak besar bagi ilmu pengetahuan maupun masyarakat dan pertumbuhan keilmuan.
“Namun ternyata belum demikian, maka tidak mengherankan banyak pihak yang mendapatkan jabatan profesor, meskipun mereka tidak berkarir
sebagai dosen tetap di Perguruan Tinggi,” kata dia.
Ia menegaskan, guru besar adalah jabatan fungsional akademik tertinggi bagi dosen tetap, yang didapatkan melalui pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu penelitian, pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat.
Jabatan itu diperoleh melalui sebuah proses penilaian yang terstruktur, bertahap, berjenjang dan bertanggung jawab, dengan menjaga secara ketat kualitas, objektivitas serta reputasi karya ilmiah yang dihasilkan. Sehingga memerlukan waktu yang cukup panjang untuk mendapatkannya.
Di samping tanggung jawab dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembinaan komunitas akademik, seorang Profesor adalah penjaga
moral di sebuah Perguruan Tinggi. Karena itu, mendapatkan jabatan Profesor harus dilakukan dengan cara-cara yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, khususnya integritas akademik.
Belakangan deretan nama pejabat publik menjadi sorotan, lantaran ditemukan kejanggalan proses yang dilewati untuk mendapat gelar guru besar atau profesor. Dari deretan nama itu, ada golongan politikus hingga jaksa. Bambang Soesatyo atau Bamsoet sapaannya, ia termasuk salah satu dari deretan nama itu.