Kampung Cirendeu Merajut Harmoni dalam Upacara Ngemban Taun

Seolah karang kokoh di tengah hempasan ombak samudra modernitas, masyarakat Kampung Cireundeu tetap berdiri tegar. Tradisi Tutup Tahun Ngemban Taun, layaknya akar yang menancap dalam, terus tumbuh subur di sanubari mereka. Tahun demi tahun, seperti bunga yang mekar setiap musim, perayaan ini menjadi bukti nyata akan ketangguhan warisan leluhur yang tak lekang oleh zaman.Di tengah gemerlapnya dunia modern dengan segala godaannya, masyarakat Cireundeu memilih untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang. Tradisi Tutup Tahun Ngemban Taun bukan sekadar seremonial belaka, melainkan sebuah ikatan batin yang kuat antara manusia dengan alam semesta. Layaknya pohon besar yang menaungi banyak makhluk hidup, tradisi ini menjadi payung pelindung bagi keberlangsungan hidup masyarakat Cireundeu.

Seperti sungai yang mengalir deras membawa berkah, arak-arakan hasil bumi di Kampung Cireundeu mengukir lintasan menuju Bale Saresehan. Layaknya semut yang bergotong royong membawa makanan ke sarang, masyarakat Cireundeu, tua muda, laki-perempuan, bahu-membahu dalam iring-iringan yang khidmat. Dalam balutan kebaya bodas dan baju pangsi hideung, mereka bagai not-not dalam sebuah simfoni, menciptakan harmoni yang indah. Setiap langkah kaki dalam arak-arakan ini ibarat tetesan air yang menyatu membentuk lautan syukur. Hasil bumi yang dibawa, dari padi menguning hingga buah-buahan ranum, bagai permata yang menghiasi mahkota bumi. Bale Saresehan, tujuan akhir perjalanan mereka, bagai panggung megah tempat pertunjukan syukur ini dipentaskan.

Image property rri.co.id

Setelah berkumpul di Bale Saresehan, wejangan para sesepuh mengalir lembut seperti air sungai, menyirami hati dan pikiran. Doa bersama yang dilantunkan bagai simfoni yang menggema, menyatu dengan langit. Inti dari pesan mereka bagai kompas yang menuntun mereka kembali ke akar budaya.

Tradisi ini, bagai akar yang menopang pohon besar, telah mengakar kuat dalam kehidupan mereka sejak bencana kekeringan dahsyat melanda pada tahun 1920-an.Haji Ali, bagai bintang penunjuk jalan di malam gelap gulita, telah menuntun masyarakatnya untuk menemukan sumber kehidupan baru. Kisahnya bagai legenda yang turun-temurun diceritakan, menginspirasi generasi demi generasi. Ketika sawah-sawah mengering dan kelaparan mengancam, Haji Ali, dengan bijaksananya, mengajak masyarakat untuk menanam singkong. Keputusannya yang berani itu bagai percikan api yang menyulut semangat gotong royong. Dengan tangan kosong dan semangat yang membara, mereka membabat hutan belantara dan mengubah lahan tandus menjadi ladang singkong yang subur.

Image Property by tribunnews

Berkat ketahanan pangan yang luar biasa, Kampung Cireundeu bagai oase di tengah gurun. Singkong, yang awalnya dianggap sebagai makanan darurat, kini menjadi lambang ketahanan dan kemandirian. Setiap kali mengonsumsi rasi, masyarakat Cireundeu tidak hanya mengisi perut, tetapi juga menghormati jasa Haji Ali dan semangat gotong royong leluhur mereka.

1 thought on “Kampung Cirendeu Merajut Harmoni dalam Upacara Ngemban Taun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

New Report

Close

Lewat ke baris perkakas