Nasib Pilu 11 TKI yang Tertipu Imigrasi Ilegal ke Myanmar

Dalam pengungkapan yang mengejutkan, 11 warga negara Indonesia telah menjadi korban sindikat penipuan daring yang menjanjikan pekerjaan menguntungkan di Bangkok, Thailand, tetapi malah memaksa mereka bekerja sebagai penipu daring di Myawaddy, Myanmar.

Image property by Tribune

Menurut Judha Nugraha, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia di Kementerian Luar Negeri, para korban diiming-imingi dengan janji gaji tinggi berkisar Rp 15-20 juta (sekitar USD 1.000-1.400) per bulan untuk bekerja sebagai tenaga pemasaran, layanan pelanggan, dan admin kripto di Thailand. Namun, mereka akhirnya dibawa ke Myawaddy, tempat mereka dipaksa bekerja sebagai penipu daring.

Para korban, yang terdiri dari delapan orang dari Sukabumi, dua orang dari Bandung, dan satu orang dari Bangka Belitung, sebagian besar adalah laki-laki, termasuk seorang perempuan. Mereka direkrut melalui media sosial dan oleh anggota keluarga yang sudah bekerja di Myawaddy.

Judha memperingatkan bahwa sindikat penipuan tersebut beroperasi melalui ratusan perusahaan daring di Myawaddy, yang berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Para korban tidak direkrut melalui prosedur resmi, dan tidak ada kontrak atau visa kerja yang diberikan. Sebaliknya, mereka didatangkan menggunakan fasilitas visa gratis untuk negara-negara ASEAN atau visa turis.

Keluarga korban pun angkat bicara. Wulan Rahma Dianti, yang saudaranya RSP (30) dipaksa bekerja sebagai penipu, mengatakan bahwa ia dikenai sejumlah denda yang tidak masuk akal, termasuk karena mengobrol dengan rekan sejawat dari departemen lain dan karena beribadah. “Semuanya kena denda, dan akhirnya ia tidak menerima gaji sama sekali,” katanya.

Cici Suci, yang saudara kandungnya SJ (23) juga menjadi korban, mengaku belum menerima gaji yang dijanjikan. Suaminya, AM (35), hingga kini belum menerima pembayaran.

Keluarga korban mendesak Presiden Jokowi untuk turun tangan dan memulangkan keluarga mereka. “Saya berharap Presiden Jokowi dapat memulangkan keluarga saya secepatnya,” kata Wulan.

Judha menegaskan, korbannya sebagian besar adalah generasi Z, yakni usia 18-35 tahun, yang mudah tertipu dengan iming-iming gaji besar. Ia mengimbau anak muda untuk lebih kritis saat menerima tawaran kerja di luar negeri yang tidak mensyaratkan kualifikasi khusus atau kemampuan bahasa Inggris, tetapi menjanjikan gaji besar.

“Mereka harus bertanya pada diri sendiri apakah tawaran itu kredibel atau tidak, dan melakukan pengecekan silang terhadap perusahaan yang menawarkan pekerjaan itu,” saran Judha.

Sumber

Bisnis Tempo



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

New Report

Close

Lewat ke baris perkakas