FOMO, Jerat Psikologis Gen Z di Era Digital yang Menggerus Kebahagiaan

Fearing of missing out ,Fenomena ini cenderung terjadi pada generasi Zenthenial (Gen Z) bahkan menjadi tren di media sosial. Menurut penelitian, kondisi ini menggambarkan ketakutan untuk melewatkan suatu momen, pengalaman, atau aktivitas yang sedang terjadi atau populer di lingkungannya.Namun pada umumnya, FOMO ini rentan menimpa kalangan anak muda, tetapi tidak menutup kemungkinan orang yang lebih tua juga bisa mengalaminya.Sayangnya fenomena ini seringkali menimbulkan dampak yang negatif bahkan merusak bagi kesehatan mental seseorang.

Kecemasan yang berlebihan karena takut tertinggal atau ketinggalan informasi dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan bahkan depresi. Salah satu cara untuk mengatasi FOMO adalah dengan membatasi penggunaan media sosial dan berfokus pada kegiatan yang memberikan kebahagiaan dan kepuasan pribadi. Menjaga hubungan yang sehat dan berkualitas dengan orang-orang di sekitar juga bisa menjadi penangkal yang efektif.Kondisi ini terjadi ketika seseorang merasa cemas atau khawatir untuk melewatkan pengalaman, acara, atau aktivitas yang sedang terjadi di sekitarnya.

Follow Media Aluni Bluesky

Contoh, seperti paparan terhadap kehidupan sosial melalui media sosial atau cerita dari teman-teman, yang membuat seseorang merasa tertinggal atau kurang berpartisipasi.

FOMO tidak hanya terbatas pada kehidupan sosial secara langsung, tetapi juga bisa terjadi didalm berbeagai konteks, termasuk pekerjaan, pendidikan, dan hobi. Seseorang yang mengalami FOMO ini cenderung tenggelam dalam dunia media sosial, dengan harapan dapat menemukan apa yang sedang terjadi dalam kehidupan orang lain.Mereka yang melakukan FOMO ini mungkin merasa takut untuk melewatkan momen yang sedang terjadi atau yang sedang populer atau bahkan sesuatu yang penting.Aktivitas seperti “Scorilling” tanpa henti di platform media sosial bisa menjadi cara untuk mengatasi rasa cemas tersebut.Orang yang FOMO ini akan terus-menerus merasa perlu terlibat dalam segala hal agar tidak kehilangan momen atau peluang penting.

Sebuah studi oleh Pew Research Center mengungkapkan bahwa 63% remaja Gen Z dilanda kecemasan atau depresi saat tak bisa menggunakan ponsel. Riset dari University of California, Irvine, menunjukkan Gen Z yang gemar media sosial lebih rentan depresi. Dan menurut survei Deloitte, 70% Gen Z tertekan untuk selalu “update” dengan segala hal.

Penting untuk mengembangkan rasa syukur dan menghargai momen-momen kecil dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, kita bisa lebih menikmati hidup tanpa merasa tertekan oleh apa yang sedang tren atau populer di luar sana. Menemukan keseimbangan antara mengikuti perkembangan zaman dan menjaga kesehatan mental adalah kunci untuk menjalani kehidupan yang lebih bahagia dan bermakna.

Tips ampuh untuk membebaskan diri dari jerat FOMO:

  • Batasi waktu media sosial: Atur jam khusus dan patuhi disiplin ini.
  • Gunakan media sosial dengan bijak: Pilih konten positif dan inspiratif, hindari akun yang memicu kecemasan.
  • Fokus pada dunia nyata: Lakukan aktivitas di luar digital, seperti berolahraga, bersosialisasi, atau menekuni hobi.
  • Bersyukur atas apa yang dimiliki: Alih-alih membandingkan diri, fokuslah pada hal positif dalam hidup dan bersyukurlah.
  • Cari bantuan profesional: Jika FOMO berdampak signifikan pada kesehatan mental, jangan ragu mencari bantuan psikolog atau terapis.

Media sosial hanyalah sepotong kecil dari kehidupan. Dunia nyata menawarkan kekayaan luar biasa yang tak boleh dilewatkan. Gen Z memiliki potensi besar untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan. Jangan biarkan FOMO meredupkan sinar dalam diri Anda.



1 thought on “FOMO, Jerat Psikologis Gen Z di Era Digital yang Menggerus Kebahagiaan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

New Report

Close

Lewat ke baris perkakas